Perpolitikan negeri kita dewasa ini sedang mengalami ingar-bingar dan euforia yang menurut sebagian orang cenderung kebablasan. Hal ini juga diiringi dan didukung oleh era yang katanya tengan mengalami proses reformasi dan kebebasan, sehingga orang dengan mudahnya membentuk partai politik dengan berbagai macam aliran, falsafah dan ideologi.
Partai politik yang kata orang sebagai pilar demokrasi itu banyak berdiri di berbagai kelompok dengan berbagai tujuan. Ada yang memang punya tujuan mulia ingin memberdayakan kekuatan rakyat sebagai pengatur negeri dan memperjuangkan hak-hak politik, ekonomi dan sosial-nya. Tapi hanya sedikit dan bahkan cenderung langka menemukan orang yang bertujuan mulia seperti itu di negeri ini. Yang banyak adalah tujuan yang busuk, yaitu yang orientasinya hanya untuk uang dan kekuasaan saja. Meskipun ada satu-dua orang yang bertujuan tulus dan luhur, pada akhirnya mau tidak mau harus mengikuti trend dan mengikuti arus berubah orientasi, juga demi kedudukan dan uang.
Beberapa waktu lalu, menjelang pemilihan calon anggota legislatif tahun 2004, muncul jargon-jargon yang dilontarkan oleh LSM-LSM non partisan, yang menghimbau rakyat agar tidak memilih ‘politisi busuk’ dalam pemilihan anggota DPR nanti. Politisi busuk tentunya dialamatkan pada para calon anggota legislatif yang maju bertarung memperebutkan simpati dan dukungan masa dengan cara-cara yang tidak fair, seperti politik uang, atau politisi yang ketahuan rekam jejak (baca : track record) nya sudah diketahui buruk karena KKN.
Tidak salah pernyataan itu, bahwa kita sebagai rakyat pemilih (kalau mau menggunakan hak pilihnya) harus memilih orang-orang yang amanah, jujur, kompeten dan bertanggung jawab atau dalam bahasa kerennya adalah Shiddiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (STAF) yang mewarisi sifat-sifat Nabiullah Muhammad S.A.W. Tapi juga harus juga diingat dan kita sebagai rakyat pemilih, punyakah kita sifat2 itu?? Jangan-jangan kita juga tergolong hal yang busuk tadi (seperti politisi yang disebutkan di atas). Masih banyak dari kita rakyat pemilih, hanya mau memilih politisi yang maju sebagai kandidat yang memberikan sesuatu (uang, barang, pelayanan gratis dlsb.) alias menyogok ke pemilih. Kalau demikian adanya kita juga dapat dikategorikan sebagai pemilih busuk.
Jadi kalau pemilihnya juga busuk, jangan harap akan mendapat politisi yang tidak busuk. Hal ini terbukti dalam sejarah euforia reformasi di negeri ini. Kita lihat pemimpin negeri ini di segala sektor dan segala lini, hampir semuanya dikuasai oleh orang-orang yang busuk tadi.
Ah……….. mungkin negeri ini belum rejekinya memperoleh pemimpin yang punya sifat STAF. Tapi jangan pesimis, selalu masih ada harapan meskipun hanya setitik berkas sinar. Mari introspeksi diri kita dan mari perbaiki hati, pikiran dan perilaku kita mulai dari hal-hal yang kecil, dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Yang terakhir ini meminjam istilahnya Aa Gym.
Wassalam.-
Kamis, November 15, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
beda sama mangga (buah), kalau politisi dan pemilih busuk masih dipakai (masih doyan), tapi kalo mangga busuk, pasti dibuang... (nggak doyan)
Wah artikelnya keren maksudnya sama denganku...
aku juga punya postingan tentang politisi busuk.
silhkan kunjungin di sini :
Politis Busuk tertawa Lebar, Pemilih Busuk Juga Ikut Tertawa
Posting Komentar