Jumat, November 30, 2007

Jadilah Orang Besar dan Tetap Merasa Kecil

Assalamualaikum wr.wb.

Kebanyakan dari manusia sebagai makhluk sosial ingin memiliki dan menunjukkan eksistensinya, ingin mempunyai kedudukan, ingin punya ilmu, ingin punya kekayaan dan pada muaranya ingin memiliki status sosial yang baik dan kalau bisa melebihi orang lain. Bahkan sebagian orang menginginkan menjadi orang besar, orang terpandang, orang yang dihormati dan setiap orang respect terhadapnya.

Sebagai suatu keinginan tentu saja itu sah-sah saja dan memang sesuatu yang menjadi fitrah manusia dan alamiah atau dalam bahasa agama disebut sunatullah. Namun untuk mendapatkan keinginan itu, agar hasilnya tidak menimbulkan efek samping, tentu saja cara-cara yang dilakukan untuk mendapatkan yang diinginkan tersebut harus mengikuti sunatullah juga. Jangan melakukan hal-hal yang melawan sunatullah bahkan menabrak rambu-rambu yang ditetapkan oleh Tuhan, karena dijamin hasilnya (kalau membuahkan hasil) tidak akan memuaskan baik diri sendiri maupun orang lain. Orang yang sukses dengan cara-cara yang melanggar rambu Tuhan, melanggar sunatullah, dipastikan akan cenderung berwatak tidak bagus, cenderung sombong (bukan alat kontrasepsi lho..), membanggakan diri, menganggap rendah orang lain dll.

Rendah Hati tanpa Rendah Diri

Orang yang berhasil meraih cita-citanya dengan memperhatikan norma-norma dan rambu-rambu serta Sunatullah, dia akan tetap tawadhu’, rendah hati dan selalu bersyukur atas apa yang telah dicapainya, baik melalui ucapan maupun melalui perbuatan dengan semakin tekun beribadah dan makin mantap terlihat kedermawanan sosialnya. Tapi orang yang rendah hati tidak pernah rendah diri, dia tetap akan optimis dan tidak pernah merasa minder.

Tetap merasa jadi orang kecil

Yang lebih hebat lagi adalah orang yang tidak pernah merasa besar. Orang seperti ini mungkin saja telah menjadi orang besar meskipun dia tidak meniatkannya. Meskipun sejatinya dia telah menjadi orang besar, orang terpandang, orang yang disegani, orang yang dihargai menurut pandangan orang lain, dia tetap merasa menjadi orang kecil.

Orang seperti ini mungkin saja tidak pernah memimpikan ataupun bercita-cita menjadi orang besar, yang ada dalam benaknya dalah bagaimana dia menjalani hidup dengan semestinya. Cita-citanya adalah ingin menjadi orang biasa yang hidup dengan tentram, tanpa ambisi, tanpa iri hati apalagi dengki. Hidup dijalaninya mengikuti falsafah air, mengalir ke mana saja tempat yang lebih rendah. Namun dmikian dia bukannya tidak berguna, dia sangat dicari orang karena tanpa keberadaannya orang akan sengsara, orang akan susah menjalani hidup. Orang tidak akan beranggapan bahwa ada dan tiadanya dia nggak masalah, justru sebaliknya, adanya dia orang akan merasa terbantu, tertolong, terjamin hidupnya dan lepas akan segala dahaga. Sebaliknya tanpa adanya dia, orang akan kehilangan dan mencari kemana dia pergi.

Meskipun menurut orang lain, dia banyak di-‘dholimi’ oleh penguasa, tapi dia tidak pernah merasa begitu. Dengan sabar dia menerima apa yang dicobakan kepadanya, karena apa yang terjadi di dunia ini, pasti ada karena ridho Tuhan yang mana kuasa dan hama berkehendak.

Type orang seperti ini meskipun sejatinya dia masih tergolong orang kecil, secara tidak sadar, dia telah menjadi orang besar. Dia punya kebesaran jiwa, kebesaran budi pekerti dan kebesaran iman. Dan bahkan meskipun sebenarnya dia telah menjadi orang besar, dia tetap merasa menjadi orang kecil, karena ketawadlu’annya.

Wallahu a’lam bissawab, hanya Allah yang maha tahu.

Wassalamualaikum wr.wb.

Senin, November 19, 2007

Daging Babi DI Singapura Halal, Piye toh...

Hari ini kudapatkan email dari rekan, berisi foto yang menunjukkan bahwa ada salah satu produk daging babi dalam kemasan (fresh pork) yang ada sertifikat halalnya MUI-nya sana, piye toh??? jangan-jangan sertifikat palsu untuk menyesatkan orang ke liang neraka...


"To forgive is to forget"

Sebuah renungan bagus, e-mail dari seorang sahabat :

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati tapi dengan tanpa berkata-kata dia menulis di atas pasir; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, di mana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?" Temannya sambi l tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin."

Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik dengan pasangan, suami / isteri, kekasih, adik / kakak, kolega, dll,karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu. Manfaat positif dari continuous relationship mungkin sekali jauh lebh besar ketimbang kekecewaan masa lalu. Nobody's perfect. Belajarlah menulis di atas pasir.

Kamis, November 15, 2007

Politisi Busuk atau Pemilih Busuk?

Perpolitikan negeri kita dewasa ini sedang mengalami ingar-bingar dan euforia yang menurut sebagian orang cenderung kebablasan. Hal ini juga diiringi dan didukung oleh era yang katanya tengan mengalami proses reformasi dan kebebasan, sehingga orang dengan mudahnya membentuk partai politik dengan berbagai macam aliran, falsafah dan ideologi.

Partai politik yang kata orang sebagai pilar demokrasi itu banyak berdiri di berbagai kelompok dengan berbagai tujuan. Ada yang memang punya tujuan mulia ingin memberdayakan kekuatan rakyat sebagai pengatur negeri dan memperjuangkan hak-hak politik, ekonomi dan sosial-nya. Tapi hanya sedikit dan bahkan cenderung langka menemukan orang yang bertujuan mulia seperti itu di negeri ini. Yang banyak adalah tujuan yang busuk, yaitu yang orientasinya hanya untuk uang dan kekuasaan saja. Meskipun ada satu-dua orang yang bertujuan tulus dan luhur, pada akhirnya mau tidak mau harus mengikuti trend dan mengikuti arus berubah orientasi, juga demi kedudukan dan uang.

Beberapa waktu lalu, menjelang pemilihan calon anggota legislatif tahun 2004, muncul jargon-jargon yang dilontarkan oleh LSM-LSM non partisan, yang menghimbau rakyat agar tidak memilih ‘politisi busuk’ dalam pemilihan anggota DPR nanti. Politisi busuk tentunya dialamatkan pada para calon anggota legislatif yang maju bertarung memperebutkan simpati dan dukungan masa dengan cara-cara yang tidak fair, seperti politik uang, atau politisi yang ketahuan rekam jejak (baca : track record) nya sudah diketahui buruk karena KKN.

Tidak salah pernyataan itu, bahwa kita sebagai rakyat pemilih (kalau mau menggunakan hak pilihnya) harus memilih orang-orang yang amanah, jujur, kompeten dan bertanggung jawab atau dalam bahasa kerennya adalah Shiddiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (STAF) yang mewarisi sifat-sifat Nabiullah Muhammad S.A.W. Tapi juga harus juga diingat dan kita sebagai rakyat pemilih, punyakah kita sifat2 itu?? Jangan-jangan kita juga tergolong hal yang busuk tadi (seperti politisi yang disebutkan di atas). Masih banyak dari kita rakyat pemilih, hanya mau memilih politisi yang maju sebagai kandidat yang memberikan sesuatu (uang, barang, pelayanan gratis dlsb.) alias menyogok ke pemilih. Kalau demikian adanya kita juga dapat dikategorikan sebagai pemilih busuk.

Jadi kalau pemilihnya juga busuk, jangan harap akan mendapat politisi yang tidak busuk. Hal ini terbukti dalam sejarah euforia reformasi di negeri ini. Kita lihat pemimpin negeri ini di segala sektor dan segala lini, hampir semuanya dikuasai oleh orang-orang yang busuk tadi.

Ah……….. mungkin negeri ini belum rejekinya memperoleh pemimpin yang punya sifat STAF. Tapi jangan pesimis, selalu masih ada harapan meskipun hanya setitik berkas sinar. Mari introspeksi diri kita dan mari perbaiki hati, pikiran dan perilaku kita mulai dari hal-hal yang kecil, dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Yang terakhir ini meminjam istilahnya Aa Gym.

Wassalam.-

Senin, November 12, 2007

Mutiara Hati

Amati Pikiranmu Karena Akan Jadi Ucapanmu
Amati Ucapanmu Karena Akan Jadi Tindakanmu
Amati Tindakanmu Karena Akan Jadi Kebiasaanmu
Amati Kebiasaanmu Karena Akan Jadi Karaktermu
Amati Karaktermu Kerena Boleh Jadi Akan Menentukan Nasibmu


Kata-kata mutiara itu terpampang jelas di tembok sebuah ruang tunggu ruang pemasaran dan ticketing pusat rekreasi keluarga dan outbond di kawasan Jati Warna Pondok Gede. Meskipun hanya tertulis di dua lembar kertas kuarto yang disambung memanjang dan ditempel di whiteboard, menurut saya makna yang terkandung di dalamnya sangat berarti.

Bayangkan saja kalau dirunut dari atas ke bawah dan coba kita buat shortcut cara bacanya maka hanya dengan pikiran saja, bisa jadi akan menentukan nasib. Sebagai contoh orang yang selalu punya pikiran jorok (pikjor) dapat dibayangkan bahwa nasibnyapun akan jorok dan orang yang membiasakan diri mempunyai pikiran yang cemerlang dan bersih, nasibnya akan berakhir dengan cerah.

Makanya biasakan punya pikiran yang jernih, maka otakpun akan cemerlang, hati akah bening. Dengan begitu akan banyak teman yang mendekat, karena tutur dan ucapannya adalah yang baik dan bermanfaat, tidak menyakiti perasaan orang.

Awalnya saya tidak melihat relevansi antara tulisan yang tertempel di dinding itu dengan aktifitas yang ada pada pusat rekreasi keluarga ini. Tapi setelah melalui proses penerungan yang tidak terlalu lama, kutemukan benang merahnya, yaitu karena fasilitas yang tersedia di dalam pusat rekreasi keluarga ini lebih banyak diperuntukkan bagi tunas-tunas dan praja-praja calon penerus cita-cita bangsa. Dalam pusat rekreasi keluarga itu ada arena outbond anak2, kolam renang, outbond dewasa dan wisma penginapan.

Karena letaknya yang strategis maka siapapun yang sedang berada di ruang tunggu dan ticketing akan menangkap deretan huruf-huruf yang terangkai menjadi bait-bait indah penuh makna.

Sungguh bijak perangkai kaimat itu, semoga Allah melimpahi barokah terhadapnya.

Jumat, November 09, 2007

Don’t Worry Be a Follower *)

Kebanyakan dari kita mungkin sering mendengar kata mengekor, mengikuti, mencontoh. Mari kita bedakan antara mencontoh atau meng-copy dengan mencontek. Secara konotasi, mencontek punya arti yang buruk di mata siapapun. Mencontek dalam kamus seorang pelajar adalah membuka atau mengintip catatan atau buku atau bahkan contekan yang telah disiapkan dalam bentuk “CHIP” tatkala sedang menghadapi soal-soal ujian, dengan cara curi-curi. Dalam kehidupan sosial sehari-hari, mencontek biasa ditemui oleh orang-orang yang mencuri ide atau menjiplak hasil karya (kekayaan intelektual) dari orang lain.

Lain halnya dengan mencontoh, orang yang mencontoh tidak mencontek atau menjiplak. Sadar atau tidak dan diketahui atau tidak, sering kali orang telah mencontoh orang-orang lain yang lebih dari dirinya. Bayangkan, apa yang kita lakukan selama ini, seperti berjalan, bicara, bertingkah laku pada awalnya kita lakukan dengan mencontoh orang yang terlebih dahulu bisa berjalan, terlebih dahulu bisa bicara dan sebagainya. Tapi dalam mencontoh itu kita akan menemukan cara kita sendiri, seperti gaya berjalan yang lain daripada orang lain dan lain sebagainya

Jadi jangan takut menjadi follower.

Coba kita simak kata-kata bijak seorang yang pakar berikut ini: “Tirulah orang-orang hebat dan anda pasti akan gagal dalam meniru, tapi temukanlah diri anda dalam proses meniru itu dan anda akan hebat melebihi yang anda tiru”. Kenapa orang akan gagal dalam meniru orang hebat? Karena memang orang yang meniru pastilah berbeda dengan yang ditiru, baik kondisinya, latar belakangnya dan gayanya (style-nya). Namun demikian janganlah takut gagal dalam meniru, anda meniru bukan hebatnya, anda meniru bukan orangnya, tapi yang anda tiru adalah caranya bagaimana menjadi hebat. Kalau dalam proses meniru itu anda lakukan dengan sungguh-sungguh, niscaya anda akan menemukan gaya yang berbeda, cara yang berbeda dan juga jalan yang berbeda, karena dalam proses meniru, melalui juga proses berpikir dan proses kreatif untuk memodifikasi cara-cara yang lebih pas dengan kondisi dan latar belakang anda. Bisa jadi anda akan menjadi orang yag lebih hebat dari yang sebelumnya anda tiru.

Dengarkan juga kata-kata bijak seorang pakar berikut : “Kalau anda takut jadi pengikut, anda tidak akan dapat mendahului yang anda ikuti”. Sebagai contoh dalam sebuah balapan motor atau mobil, bagaimana orang bisa menyalip lawan yang ada di depannya kalau tidak terlebih dahulu ada di belakangnya.

Jadi tetaplah optimis, meskipun harus menjadi follower pada awalnya. Semoga sukses menyertai kita semua.

*) Inspired from Mario Teguh

Senin, November 05, 2007

Harta Karun untuk Semua oleh Dewi Lestari

Renungan Bagus dari Mba DIE,

Hari ini kiriman buku yang saya pesan dari HYPERLINK " <http://amazon./>http://amazon./ com/" \nAmazon.com datang. Ada satu buku yang langsung sayasambar dan baca seketika. Judulnya: "Stuff - The Secret Lives of EverydayThings". Buku itu tipis, mhanya 86 halaman, tapi informasi di dalamnyabercerita tentangperjalanan ribuan mil dari mana barang-barang kita berasal dan ke manabarang-barang kita berakhir. Dimulai sejak SD, saat saya pertama kali tahu bahwa plastik memakan wakturatusan tahun untuk musnah, saya sering merenung: orang gila mana yangmencipta sesuatu yang tak musnah ratusan tahun tapi masa penggunaannya hanyadalam skala jam-bahkan detik? Bungkus permen yang hanya bertahan sepuluhdetik di tangan, lalu masuk tong sampah, ditimbun di tanah dan baru hancursetelah si pemakan permen menjadi fosil. Sukar membayangkan apa jadinya hidup ini tanpa plastik, tanpa cat, tanpadeterjen, tanpa karet, tanpa mesin, tanpa bensin, tanpa fashion. Dan sebagaikonsumen dalam sistem perdagangan modern, sejak kita lahir rantaipengetahuan tentang awal dan akhir dari segala sesuatu yang kita konsumsitelah diputus. Kita tidak tahu dan tidak dilatih untuk mau tahu ke manakemasan styrofoam yang membungkus nasi rames kita pergi, berapa banyak pohonyang ditebang untuk koran yang kita baca setengah jam saja, beban polutanyang diemban baju-baju semusim yang kita beli membabi-buta. Untuk aktivitas harian yang kita lewatkan tanpa berpikir, yang terasawajar-wajar saja, pernahkah kita berhitung bahwa untuk hidup 24 jam kitabisa menghabiskan sumber daya Bumi ini berkali-kali lipat berat tubuh kitasendiri? Untuk menyiram 200 cc air kencing, kita memakai 3 liter air. Untuk mencucisecangkir kopi, kita butuh air sebaskom. Untuk memproduksi satu lapis dagingburger yang mengenyangkan perut setengah hari dibutuhkan sekitar 2,400 literair. Produksi satu set PC seberat 24 kg yang parkir di atas meja kerja kitamenghasilkan 62 kg limbah, memakai 27,594 liter air, dan mengonsumsi listrik2,300 kwh. Bagaimana dengan chip kecil yang bekerja di dalamnya? Limbah yangdihasilkan untuk memproduksinya 4,500 kali lipat lebih berat daripada beratchip itu sendiri. Mengetahui mata rantai tersembunyi ini bisa menimbulkan berbagai reaksi.Kita bisa frustrasi karena terjepit dalam ketergantungan gaya hidup yang takbisa dikompromi, kita bisa juga semakin apatis karena tidak mau pusing. Yang jelas, sesungguhnya ini adalah pengetahuan yang sudah saatnya dibuka. Pelajaran Ilmu Alam, selain belajar penampang daun dan membedah jantungkatak, dapat dibuat lebih empiris dengan mempelajari hulu dan hilir daribenda-benda yang kita konsumsi, sehingga tanggung jawab akan alam initelah disosialisasik an sejak kecil. Pernahkah kita merenung, saat kita memasuki gedung FO empat lantai,PasarBaru, atau berjalan-jalan ke Gasibu pada hari Minggu di mana ada LautanPKL: tidakkah semua baju dan barang-barang itu mampu memenuhi kecukupanpenduduk satu kota ? Tapi kenapa barang-barang ini tidak ada habisnyadiproduksi? Setiap hari selalu ada jubelan pakaian baru yang menggelontoripasar. Pernahkah kita merenung, saat kita memasuki hypermarket dan melihatratusan macam biskuit, ratusan varian mie instan, dan ratusan merk sabun:haruskah kita memiliki pilihan sebanyak itu? Pernahkah kita merenung, apa yang kita inginkan sesungguhnya jauh melebihiapa yang kita butuhkan? Atas nama kecukupan, satu manusia bisa hidup dengan lima pasang baju dalamsetahun, bahkan lebih.Atas nama fashion, jumlah itu menjadi tidak berbatas.Atas nama kebutuhan, satu manusia bisa hidup dengan beberapa pilihanpanganan dalam sehari. Atas nama selera dan nafsu, seisi Bumi tidak akan sanggup memenuhi keinginansatu manusia. Permasalahan ini memang bisa dilihat dari berbagai kaca mata. Seorang ekonommungkin akan menyalahkan sistem kapitalisme dan globalisasi. Seorangsosialis akan mengatakan ini masalah distribusi dan pemerataan. Tapi jikakita runut, satu demi satu, bahwa Bumi adalah kumpulan negara, negara adalahkumpulan kelompok, dan kelompok adalah kumpulan individu, permasalahan iniakan kembali ke pangkuan kita. Dan kesadaran serta kemauan kitalah yang padaakhirnya akan memungkinkan sebuah perubahan sejati. Belum pernah dalam sejarah kemanusiaan keputusan harian kita menjadi sangatmenentukan. Tidak perlu menunggu Amerika menyepakati protocol Kyoto, tidakperlu juga menunggu penjarah hutan tertangkap, setiap langkah kita-memilihmerk, kuantitas, tempat, gaya hidup-adalah pilihan politis dan ekologis yangmenentukan masa depan seisi Bumi. Saya belum bisa mengorbankan komputer karena itulah instrumen saya bekerja,tapi saya bisa lebih awas dengan jam penggunaan dan mematikannya jika tidakperlu. Saya belum bisa mengorbankan kebutuhan akan informasi, tapi saya bisamemilih membaca berita lewat internet atau membaca koran di tempat publikketimbang berlangganan langsung. Bagaimana dengan fashion? Di dunia citraini, dengan profesi yang mengharuskan banyak tampil di muka publik, saya punbelum bisa mengorbankan keperluan fashion (baca: membeli busana lebih seringdari yang dibutuhkan), tapi saya bisa membuat komitmen dengan lemaripakaian, yakni baju yang saya miliki tidak boleh melebihi kapasitas lemarisaya. Jika lebih, maka harus ada yang keluar. Dan setiap beberapa bulan sayadihadapkan pada kenyataan bahwa ada baju yang tidak saya pakai setahun lebihatau baju yang cuma sekali dipakai dan tak pernah lagi. Bukan cuma baju, adajuga buku, pernik rumah, alat dapur, bahkan sabun dan sampoyang utuh tak disentuh. Alhasil, dalam rumah saya ada semacam peti-peti 'harta karun', yangberisikan barang-barang yang harus keluar dari peredaran, karena jikadipertahankan hanya menjadi kelebihan tanpa lagi unsur manfaat. Harta karunini lantas harus dicarikan lagi outlet untuk penyaluran. Pada waktu perayaan 17 Agustus, di kompleks saya diselenggarakan bazaar.Para warga menyewa stand untuk berjualan. Saya ikut berpartisipasi, dansayalah satu-satunya penjual barang bekas di antara penjual barang-barubaru. Karena bukan demi cari untung, barang-barang itu saya lepas denganharga sangat murah. Yang membeli bukan cuma warga kompleks, tapi juga darikampung sekitar. Hari pertama, saya sudah kehabisan dagangan. Terpaksa sayamengontak saudara-saudara saya yang barangkali juga punya barang bekas untukdisalurkan. Sama dengan saya, mereka pun punya timbunan harta karun yangentah harus diapakan. Stand saya menjadi salah satu stand paling larisselama bazaar berlangsung. Dan kakak saya terkaget-kaget dengan penghasilanyang ia dapat dari tumpukan barang yang sudah dianggap sampah. Berjualan di bazaar tentu bukan satu-satunya jalan, ada aneka cara kreatiflain untuk memanfaatkan harta karun kita, termasuk juga disumbangkan .. Namun yang lebih sukar adalah memulai membuat komitmen-komitmen pembatasandiri. Berkomitmen dengan rak buku, dengan lemari pakaian, dengan rak kamarmandi, dengan laci dapur, dan pada intinya... dengan diri sendiri. Siapkahkita menentukan batasan dan berjalan dalam koridor itu? Dan, yang lebih susah lagi, adalah pengendalian diri dari awal bersua anekapilihan yang membombardir kita setiap hari, lalu sadar dan mawas akan rantaisebab-akibat yang menyertai pilihan kita. Membuka diri untuk info danpengetahuan ekologi adalah salah satu cara pembekalan yang baik. Walaupunsekilas tampak merepotkan dan bikin frustrasi, tapi kantong kresek yang kitabuang tadi pagi tidak akan hilang oleh sihir, dan hamburger yang kita makantidak dipetik dari pohon. Rantai yang menyertai barang-barang itu tidak akanhilang hanya karena kita menolak tahu. Banyak orang yang berkomentar pada saya, " Aduh , Wi . Kamu bikin hiduptambah susah saja." Dan mereka benar. Hidup ini tak mudah. Untuk itu kitajustru harus belajar menghargai setiap jengkalnya. Memilih hidup yang lebihsederhana, hidup dengan tempo yang lebih pelan, hidup dengan pengasahankesadaran, tak hanya membantu kita lebih eling dan terkendali, tapi jugamembantu Bumi ini dan jutaan manusia yang dijadikan alas kaki oleh industridemi pemenuhan nafsu konsumsi kita sendiri. Lingkaran setan? Ya. Tapi tidak berarti kita tak sanggup berubah. Selama ini kita adalah pembeli yang berlari. Dalam kecepatan tinggi kitabertransaksi, sabet sana sabet sini, tanpa tahu lagi apa yang sesungguhnyakita cari.Berhentilah sejenak. Marilah kita berjalan.

Angkutan Umum Jakarta

Tak terelakkan lagi bahwa hari pertama masuk bekerja setelah libur panjang dalam rangka perayaan hari raya idul fitri 1428 H (2007) di Jakarta, kemacetan kembali meradang, bahkan cenderung menggila. Menurut pusat dana dan analisis transportasi kota, jumlah kendaraan di Jakarta sampai tahun 2003 mencapai 6.506.244 unit. Dari jumlah itu 1.464.626 di antaranya merupakan jenis mobil berpenumpang, 449.169 mobil beban (truk), 315.559 bus, dan 3.276.890 sepeda motor. Pertambahan paling fantastis terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor yang pertumbuhannya mencapai ratusan ribu kendaraan pada tahun-tahun terakhir ini (tahun 2001 sepeda motor bertambah 333.510 unit, tahun 2002 bertambah 223.896 unit, tahun 2003 bertambah 365.811 unit). Dengan jumlah kendaraan itu saja, ruas-ruas jalan protokol hingga jalan tikus saja sudah menyebabkan kemacetan. Apatah lagi dewasa ini sedang dibangun jalur-jalur bus berjalur khusus yang disebut Transjakarta alias Busway sebanyak 3 koridor secara bersamaan. Parahnya adalah pembangunan jalur tersebut dilakukan dengan mengeraskan jalan dengan beton setebal kurang lebih 20 centimeter dan mengambil satu lajur dari 2 atau 3 jalur yang sekarang ada. Bahkan ada jalan yang hanya memiliki satu jalur dan diambil untuk di-cor, setidaknya saya lihat di calon jalur busway koridor 9 – pinang ranti – pluit, ruas perempatan Garuda (Tamini Square) ke Terminal Pinang Ranti, Jakarta Timur. Gimana gak macet total coba.

Hal ini makin diperparah dengan datangnya musim hujan yang dialami ibukota, yang semua orang juga tahu bahwa saluran drainase di kota kita ini emang semrawut (bila gak mau disebut acak adul), maka bila hujan datang sebentar aja genangan udah terjadi di mana-mana, maka udah dapat ditebak, macet juga terjadi di mana-mana, belum lagi ditambah para bikers (pengendara sepeda motor) yang kebanyakan tidak taat hukum, berteduh dan memarkir motornya di kolong jembatan layang atau jembatan penyeberangan dan menghabiskan hampir seluruh badan jalan.

Kembali ke masalah busway. Angkutan massal yang digagas oleh gubernur DKI Sutiyoso (bang yos) itu pada tataran ide memang bagus. Meskipun dalam implementasinya harus menyebabkan permasalahan seperti kemacetan terseut di atas, diharapkan dengan adanya jalur-jalur busway kemacetan di Jakarta dapat sedikit teratasi, karena diharapkan sebagian pengguna mobil pribadi dapat beralih ke bus tersebut dan pengendara motor yang ugal-ugalan dan saling serobot di jalan dapat belajar tertib dengan mengantre menggunakan sarana transportasi umum itu.

Tapi memang sebetulnya itu bukan jawaban yang jitu untuk menanggulangi kemacetan di Jakarta. Sebagaimana sarana transport masal yang ada di negara-negara maju di dunia ini, bahkan negara tetangga terdekat kita-Singapore dan Malaysia, menggunakan sarana transpor dengan basis kereta api. Sebut saja MRT di Singapore dan LRT di Kuala Lumpur. Harusnya kita di jakarta ini juga sudah sejak lama menggunakan moda itu untuk menjawab kemacetan. Tapi kenapa kita mo bikin monorel yang panjangnya tidak seberapa saja, kagak kelar-kelar???? Sedangkan Subway yang rencananya membentang dari Lebak bulus ke Kota saja juga masih wacana ke wacana berikutnya. Semoga deh busway yang dibangun ini dapat mengurangi kepadatan lalu lintas dan mengajari pengguna fasilitas umum untuk lebih tertib, sebelum fasilitas umum yang lebih canggih benar-benar hadir di negeri ini.
Wssl

Kamis, November 01, 2007

Pekerja Sub Urban Kurang Gaul di Kantor

Salam Highlander,

Benar apa yang dikatakan bahwa para pekerja Sub Urban di jakarta, kebanyakan kurang gaul dengan temak sejawat. Ya gimana lagi yak. Mita yang berangkat bekerja ke kantor harus pagi2 sekali agar tidak terjebak macet dan sampe di kantor tidak terlambat, itupun sampe di kantor pas beberapa menit menjelang lagu ‘selamat pagi’ atau bahkan udah masuk injury time alias ‘pleki’. Maklum rumah-rumah kita kebanyakan di daerah sub-urban yang relatif memakan waktu dalam mencapai kantor. Di kantorpun kita subuk dengan tugas masing-masing demi nusa-bangsa dan negara dengan lokasi yang tidak satu gedung.

Waktu istirahat kebanyakan pada punya urusan priadi masing-masing,
- ada yang ke bank untuk setor deposito,
- ada yang buka-buka internet cari informasi dan wawasan untuk menambah performance diri,
- ada yang ke Masjid untuk sholat dan mendengarkan tausyiah untuk mempertebal iman,
- ada yang diundang makan-makan rekan sejawat demi memperkokoh partnership,
- ada yang cari sepatu ke mall karena sepatu yang dipake tiap hari ngejar bus, solnya udah tebal sebelah,
- ada yang memanfaatkan untuk ‘bobo siang’, mengikuti anjuran dan juga mempraktekkan hasil survey tentang pentingnya tidur di siang hari selain juga karena ngantuk karena bangunnya terlalu pagi,
- ada yang olah raga ringan misal pingpong atau fitness untuk menambah kebugaran dan penyegaran otak, dll.dll.

Pulangpun begitu. Kebanyakan pada buru-buru keluar tatkala sangkakala pertanda waktu pulang kantor dibunyikan, supaya tidak terjebak macet dan bisa lekas sampe di rumah dan berkumpul dengan belahan jiwa dan si buah hati. Terlebih pada musim hujan kayak gini, bila hujan turun di sore hari, kemacetan pasti terjadi.

Tapi itu bukan alasan si sebetulnya untuk tidak berinteraksi satu sama lain. Berinteraksi lebih kita lakukan dengan teknologi, baik telp, email, atau saling lempar botol minumah… salah satu kesempatan beinteraksi yang sering terjadi adalah tatkala kita sama-sama punya kesempatan (sebaiknya disempatkan) datang ke Masjid Baitul Ikhsan. Di sana kita bisa bertemu dengan rekan sejawat, dan tentunya seiman untuk sekedar say hello atau berdiskusi dan bercerita, sambil terkantuk-kantuk mendengarkan tausyiah dari Da’I kondang yang didatangkan oleh ustadz Arik. Ato pas makan siang di kantin atau di warung-warung sekitar wisma adi upaya, juga pas jalan-jalan di gang sebelah gedung ex-BDN untuk mencari sesuatu yang aneh sekaligus ikut membantu mengembangkan UMKM, he… he…

So… seandainya hidup bisa memilih…., barangkali kita yang lama hidup di KP membayangkan teman-teman yang ada di KBI yang bisa menikmati hidup dan bisa berinteraksi lebih senergis dengan banyak orang. Tapi mungkin juga sebaliknya….

Ya begitulah, yang penting kita harus mensyukuri dengan apa yang kita dapat dan menjalankan apa yang telah dilakonkan kepada kita. Karena hanya dengan itulah kita bisa lebih syukur akan nikmat dan mudah2an nikmat itu akan ditambah, Amien.

Mohon maaf bila kepanjangan dan curhat, sama sekali tidak ada nita untuk membela diri atau menggurui.
WAllahu A’lam bissawab, hanya Allahlah yang maha tahu.

Salam

Selasa, Oktober 30, 2007

Beda Hari Raya

Curhat dari orang awam, sekedar pengungkapan uneg-uneg untuk kebaikan negeri ini.



Setahu saya dalam sejarah yang saya inget, memang ada beberapa kali umat islam di Indonesia merayakan hari rayanya (baca: idul fitri dan idul adha) berbeda antara paham yang satu dengan paham lainnya. Meskipun perbedaan hari raya itu hanya selang waktu satu hari, tapi itu cukup merisaukan dan membingungkan berbagai kalangan umat islam, terutama yang awam. Memang orang awam sering dibuat bingung orang yang alim (baca: berilmu), tidak terkecuali soal penetapan hari raya ini. Coba bayangkan, kita tahu semua bahwa tanggal merah yang ada di kalender 2007 (yang memuat juga penanggalan hijriyah-meskipun dalam ukuran yang lebih kecil), sebagai hari raya idul fitri adalah tanggal 12 and 13 Oktober (Sabtu dan Minggu). Tanggal merah itu telah ditetapkan jauh-jauh hari sebelum kalender 2007 itu dicetak (at least 10 bulan sebelumnya). Setahu saya sumber penanggalan Hijriyah itu bersumber dari DEPAG (Departemen Agama RI). Kalau Muhammadiyah tidak sepakat dengan penetapan tanggal 1 syawal 1428H mestinya (logika orang awam sih...), ngobrol dong dengan Depag. Pertanyaannya khan... kenapa baru pada the last minute, atau beberapa saat menjelang idul fitri Muhammadiyah mengumumkan bahwa 1 syawal jatuh pada tanggal 11 Oktober. Lagian ngumuminnya kagak pake permisi dulu ame Depag (institusi yang berwenang di negeri ini dalam menetapkan urusan kayak ginian) tahu-tahu mak celemong ngumumin... kesannya arogan gitu..."yang penting gua udah ngumumin, mo diikutin syukur mo beda dengan Pemerintah juga silakan, khan gua golongan terpelajar"... kesannya sih!!! mudah2an gak bener.

Yang juga jadi pertanyaan bagi orang awam ini adalah : Baik Pemerintah (depag) maupun Muhammadiyah dalam menetapkan 1 syawal sebagaimana diutarakan di atas adalah sama-sama HISAB (bukan ru'yat), yaitu hasil perhitungan. Kenapa juga beda???? apa orang-orang pinter yang bisa ngitung di kedua lembaga itu nggak pernah ngobrol tentang metoda itungannya atau hasil itungannya? koq sepertinya berjalan sendiri-sendiri. Kabarnya sih keduanya punya metoda yang berbeda. Meskipun metodanya sama, hasilnya sama, tapi beda dalam menentukan kriteria derajat ketinggian hilal... (jadi tambah bingung guwe..). Belum lagi kalok dipertentangkan komputer yang digunakan (bila menggunakan komputer), yagn satu pake windows yang satu pake linux, yang satu pake buatan amirika (baca: amerika) yang satu buatan china. Kayaknya gak selesai2 kalau selalu mempertentangkan berbedaan dan sepertinya tidak ada upaya untuk mencari kesamaan.

Lain lagi dengan pihak Pemerintah dan juga NU... kenapa sih koq masih mengandalkan ru'yat? khan sekarang teknologi udah semakin canggih, wong gerhana bulan total yang terjadi beberapa waktu yang lalu aja udah dapat diperkirakan (dihitung) dengan cermat mulai jam, menit dan detik, baik mulai maupun selesainya. Kita khan tahu sendiri kondisi langit kita dewasa ini, tingkat polusi yang semakin menggila, khan mempengaruhi kemampuan mata telanjang maupun teropong kocok dalam melihat hilal itu sangat terbatas??? Saya koq melihat ada unsur gengsi tuh dari pihak pemerintah untuk merubah apa yang telah ditetapkan di awal tahun.

Mbok yao.... pada rukun, biar orang awam kagak kebingungan mo milih yang mana dalam mengikuti hari raya.

Efek dari itu semua adalah... banyak orang awam telah membatalkan puasa pada tanggal 11 Oktober, tapi baru melaksanakan sholat idul fitri baru tanggal 12 Oktober (nha lho...). Kalau begitu boleh kagak, ustadz or ustadzah? kalo hal itu salah, siapa yang patut disalahkan? apakah orang-orang awam itu yang kebingungan itu juga menanggung dosa, atau orang-orang pinter itu yang bikin bingung yang patut disalahkennnnnn..???

Dan Allah-lah yang maha tahu, mohon maaf bila ada salah-salah kata dan tersinggung karenanya.

Semoga tidak ada lagi 2 hari raya idul fitri dalam setahun di negeri ini, dalam waktu yang akan datang.

Wassalam.