Kita tidak dapat memaksakan sesuatu yang memang tidak dikehendaki oleh Tuhan, segala sesuatu adalah suatu ketetapan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Jodoh, Rizki, Maut dan Nanasib semua sudah ada ketetapannya dan akan tetap menjadi rahasia Tuhan selama itu belum nyata terjadi kepada kita.
Tapi apakah kita juga harus pasif dan apatis dengan semua itu? Jawabannya ‘tidak’. Kita harus tetap ber-ikhtiar dan berdo’a dan selalu optimis bahwa semua daya upaya, ikhtiar dan do’a kita akan selalu berhasil dan dikabulkan oleh Allah, jangan pernah merasa puas dengan usaha yang telah kita lakukan dan juga jangan pernah merasa bosan. Yang terpenting adalah ikhtiar yang kita lakukan tetap pada koridor yang digariskan Allah. Janganlah melakukan ikhtiar dengan cara yang melawan hukum Allah, apalagi itu nyerempet-nyerempet dengan dosa dan bahkan menjurus kepada kemusyrikan, naudzubillahi min dza-lik.
Kalau sampai sekarang ikhtiar dan do’a kita belum terjawab dan ketetapan Allah itu ternyata lain dengan harapan kita, selalulah positif thinking atau dalam bahasa kerennya tetaplan khusnudzon (berprasangka baik) kepada Allah. Kita tidak tahu dan tidak akan pernah tahu rahasia Allah, ada apa dibalik ketidaksesuaian apa yang kita harapkan dengan apa yang menjadi ketetapan Allah, yang kita tahu hanyalah bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik bagi hambanya.
Tawaqal. Kata inilah yang paling pas untuk langkah selanjutnya. Setelah ikhtiar kita lakukan dan do’a telah kita panjatkan, ber-tawaqal-lah, bahwa kita menyerahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah, karena hanya kepada-Nya lah kita bergantung dan bersandar. Hanya karena Dialah kita ada dan hidup dengan segala kenikmatan dunia dan juga mudah-mudahan dengan seizin Allah kenikmatan akhirat juga akan kita nikmati.
Nimatilah segala sesuatu yang Allah berikan kepada kita, iman, islam, harta, jabatan, umur, kesehatan, suami, istri, anak, keluarga dan kenikmatan lainnya. Semua itu hanyalah karunia Allah yang sewaktu-waktu dapat juga dicabut/diambil dari kita. Lakukanlah yang terbaik yang kita mampu, jauhi rasa iri, dengki, rendah diri, menyombongkan diri, pamer, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Hindarilah berfikir apa yang telah kita dapat dengan prestasi kita, tapi cobalah berfikir prestasi apa yang telah kita sumbangkan berkaitan dengan apa yang telah kita dapatkan. Terapkanlah itu dalam mengabdi kepada Allah, bekerja di suatu lembaga, menjadi anggota keluarga dan lain-lain.
Yang terakhir marilah kita selalu berdo’a agar semua ikhtiar dan do’a yang pernah kita lakukan akan selalu bernilai ibadah. Demikian semoga Allah meridhoi, amien.
Selasa, Januari 15, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
yo sabar ikhlas trima apa adanya, dilarang protes.
Posting Komentar